Inginku berlari menatap fajar dengan tatapan yang menantang,
Menggenggam erat tekad yang membayang,
Melumpuhkan sendi-sendi keangkuhan,
Dan menyatukan harap yang membentang..
Semua sudah usai, skenario sudah berjalan sejalan dengan ending sang pemeran.
Melakoni hal yang bukan diingini dan dimaui.
Berat memang, mengenang, dan saat menoleh kebelakang, tapi apalagi?
Bukankah semua memang sudah usai?
Usai ditengah jalan, walau perih dan pedih terus bergelayutan.
Jika sanggup aku tak kan mau melakoninya, tapi siapa yang mengerti?
Aku bukan malaikat, yang mampu melihat segala sesuatunya. Jangan salahkan siapa-siapa, karena yang lalu hanya akan jadi cerita. Terserah yang menilai, mau diberi judul apa skenario ini. Mbulet, ruwet dengan segala tetekbengeknya didalam. Akupun tak mampu pahami, apa arti dibalik ini. Hanya sanggup menanti hikmah dan hasil akhir untuk mengetahui siapa yang akan keluar menjadi pemenang.
Mereka, hanya bisa bicara, mencerca, memaki bahkan menghakimi.
Apa hak mereka?
Apa mereka yang memberi makan kita?
Yang peduli saat kita binasa?
Tidak!
Persetan dan memang setan.
Menata hidup sendiri saja masih keteteran lalu mengapa harus membuang-buang waktu memikirkan dan menghakimi orang?
Semua punya hak hidup disini bukan?
Hak untuk bahagia, hak untuk merdeka.
Ambil! Jika memang mau mengambil!
Ikhlas? Yah,,sangat ikhlas!
Karena semua itu hanya titipan dan gak pernah hakiki.
Semua akan hilang dan mati.
Begitu juga aku, kamu, dia, dan mereka.
Dan bukankah disetiap masing-masing rumah memiliki kaca?
Jangankan dirumah, dimobil, dimotor, bahkan didalam tas dan bedakmu ada kaca.
Kaca untuk bercermin melihat bagaimanakah kita. Aku,, kamu,,
Urusilah jerawat yang ada diwajahmu sendiri tanpa mengurusi jerawat orang lain.
Urusilah guratan-guratan wajahmu yang kecantikan dan ketampanan akan lekang oleh waktu.
Jangan mengurusi bagaimana dia dan bagaimana mereka.
Karena hidup akan lebih berarti jika kita sadar dan tau diri tentang kaca yang ada didepan muka kita.
No comments:
Post a Comment